Di era yang serbacanggih seperti sekarang, apapun bisa kita lakukan dan dapatkan dengan mudah dan praktis. Belanja,
jualan, menguruskan badan, menggemukkan badan, mempercantik wajah, dan lain
sebagainya. Semua orang dari berbagai kalangan usia dapat memanfaatkan
kecanggihan teknologi informasi di era modern ini, termasuk golongan anak-anak.
Anak-anak sangat identik
dengan permainan, kita tentunya sudah tidak asing melihat banyak anak-anak yang
bermain permainan digital. Hal itu memang sudah terjadi sekitar tahun 2004-an, dimana banyak anak
yang rela menghabiskan waktu dan uang sakunya untuk bermain beberapa permainan
yang popular pada zamannya, seperti GTA,
Call Of Duty, Dragon Nest, dan masih banyak lagi.
Di era modern ini, mereka dapat memainkan
segala jenis permainan yang tersedia di berbagai portal dan layanan penyedia game, baik yang online maupun offline di gawai
atau komputer pribadi mereka tanpa harus datang ke warnet seperti dulu. Sebagai
contoh adalah permainan Mobile Legends yang sedang marak dimainkan. Mereka terlihat
sangat serius saat bermain game tersebut. Merasa senang jika memenangkan sebuah
pertarungan dan akan merasa kesal ketika dirinya kalah, bahkan sampai
mengeluarkan kata-kata yang tidak pantas untuk diucapkan (jangan dicontoh, ya,
adik-adik!)
Mereka pikir, permainan
digital seperti itu menyenangkan. Hm, sepertinya mereka harus didongengkan
mengenai betapa asyik dan serunya permainan anak-anak tahun 90-an, khususnya
untuk anak-anak yang lahir di zaman milenial. Mereka tidak tahu bagaimana
lelahnya mencari-cari dan menemukan teman yang sedang bersembunyi (sama seperti
lelahnya menemukan jodoh yang telah lama dipinjam oleh orang lain. *Plak. Abaikan saja😫). Mereka tidak tahu
betapa serunya tersungkur di tanah saat bermain lompat tali (ini pengalaman
saya😂), dan masih banyak lagi keseruan lainnya.
Tetapi, di tengah-tengah
era globalisasi dan modernisasi seperti ini ternyata masih ada anak-anak dari beberapa
daerah yang memainkan permainan anak-anak zaman 90-an, loh! Bahkan saya
menyaksikan keseruan mereka secara langsung.
Itu terjadi pada saat
saya sedang menghabiskan masa libur tahun baru islam di rumah tante saya di
Tulungagung beberapa waktu lalu. Mereka sedang bermain lempar sandal (itu
julukan yang saya berikan, saya tidak tahu persis nama permainannya)
Sore hari, saya melihat
beberapa anak yang sedang berkumpul di sebuah lapangan di depan rumah, mereka
terlihat sedang menata dan menyusun sandal-sandal mereka menjadi bentuk piramida.
Aturan mainnya adalah dalam permainan tersebut ada pelempar dan seorang penjaga
sendal. Tumpukan sendal tersebut dilepar hingga hancur oleh seseorang pelempar.
Mungkin, permainan ini terlihat berbeda dengan permainan lempar sandal di
daerah lain, termasuk daerah saya.
Jika aturan main lempar
sandal di daerah saya, setelah melempar tumpukan sandal hingga hancur, semua
orang (selain penjaga) berlari mencari tempat persembunyian. Penjaga harus
menyusun kembali piramida sandal tersebut lalu mencari para pelempar sandal
sebelum mereka berhasil menghancurkan piramida itu. Jika penjaga berhasil
menemukan pelempar, maka ia akan berkata “jumprit” sambil menyentuh piramida—permainan
ini memang sama persis dengan petak umpet.
Tetapi, jika di
Tulungagung, aturan mainnya adalah piramida dilempar terlebih dahulu oleh
pelempar, lalu mereka akan berlari menyelamatkan diri sebelum terkena lemparan
si penjaga sandal. Jika ada yang terkena lemparan, maka dialah yang akan
menjadi penjaga.
Memang, permainan lempar
sandal terlihat sangat sederhana tetapi memberikan kesan yang tidak sederhana
dan sudah menjadi kebahagiaan tersendiri. Saya bisa melihat dan merasakan
kebahagiaan mereka saat bermain. Karena, sebenarnya bahagia itu memang
sederhana, tidak melulu tentang hal-hal yang wah. Wah-wah, saya jadi merasa
sudah tua jika mengingat permainan-permainan yang pernah saya mainkan saat saya masih kecil.😂
Mungkin ada yang berpikir,
“Apa bagusnya main kejar-kejaran? Ngga ada gunanya. Cuma bikin capek aja.”
Apa
bagusnya main kejar-kejaran? Unfaedah? Bikin capek? Ya, kalo mainnya ngejar
jodoh orang sih pastinya bakalan capek lah.
Baiklah, akan kuberitahu sesuatu
mengenai permainan anak 90-an.
Memang,
pada dasarnya permainan anak zaman 90-an itu sama—banyak menggunakan kekuatan
fisik, sehingga membutuhkan energi yang besar. Jadi, jangan pernah bermain
dalam keadaan perut kosong, dijamin bisa membuat Anda keringat dingin dan
akhirnya tidak sadarkan diri. Disarankan agar 2 jam sebelum bermain, perut sudah terisi energi yang cukup. Siapa bilang hanya bikin capek? Permainan
anak-anak 90-an itu memiliki banyak manfaat. Bukankah dengan banyak bergerak
dan berlari itu bisa membuat tubuh kita lebih sehat dan bugar? Bukankah bermain dan
berinteraksi (secara langsung) dengan teman bisa meningkatkan solidaritas dan kerukunan?
Daripada hanya duduk berlama-lama memandangi layar gawai atau komputer, bukan? Memang,
setiap hal itu punya sisi positif dan negatif. Permainan zaman now sebut saja
begitu, mungkin memberikan dampak positif. Tetapi, dampak negatif yang
ditimbulkan juga tidak boleh diabaikan. Terlalu lama atau sering bermain game online juga bisa bikin orang jadi
kecanduan, mata rabun, pasif, lupa waktu, apatis terhadap lingkungan sekitar,
dan malas. Kalau dibandingkan dengan permainan anak 90-an, permainan zaman now lebih
banyak memberikan dampak buruk. Jadi, mana yang lebih unfaedah? Permainan anak
90-an atau permainan zaman now?
Tetapi, kalau masih saja
menyangkal dan tidak menerima pendapat saya, ya tak apa-apa lah. Karena tidak semua
orang memiliki pemikiran yang sama. Tidak setuju? Ya sudah, setuju? Ya sudah. Setiap orang punya hak untuk berpendapat. Tidak
perlu diperdebatkan hingga menimbulkan kericuhan. Aku tak suka perselisihan. Mending
kita berdamai saja.👌
Oke, mungkin itu yang bisa saya sampaikan di
bahasan kali ini. Terima kasih telah bersedia membaca artikel ini. Semoga
bermanfaat, ya! Untuk para generasi 90-an, ayo kita lestarikan permainan-permainan
yang legend tersebut. Jangan sampai
anak-cucu kita hanya bisa mendengar cerita-cerita seru kita tanpa tahu
bagaimana caranya bermain.
Topik
kali ini lumayan berfaedah, kan, ya? Sampai jumpa di lain hari dengan tema
tulisan yang (mudah-mudahan) semakin berfaedah. Jangan bosan untuk mampir di
blog Rafa, ya!👋
Salam
tempel,
Rafa
Teguh.
Comments
Post a Comment
berikan kritik dan saran yang membangun. Terima kasih